0
Pagi tadi saya terbangun dengan perasaan galau. Bukan. Bukan galau yang khas anak-anak muda akibat kisah percintaan yang kandas, tetapi galau memikirkan kondisi Ibukota Jakarta yang belakangan penuh sesak dengan nuansa kampanye. Loh, memangnya saya siapa? Saya bukan siapa-siapa. Bukan juga tim sukses salah satu jagoan bakal calon gubernur Jakarte, apalagi yang katenye ngaku-ngaku paham sama persoalan Jakarta!:nyengir:

Saya juga bukan politikus, atau yang mencoba menjajal kemampuan di dunia politik. Saya hanya salah satu dari sekian juta kaum marjinal Jakarta, yang belakangan kok mulai ngerasa 'eneg' sama jargon-jargon yang coba dicitrakan oleh para 'petarung' kursi orang nomor satu di Jakarta nantinya. Apalagi... Sama bakal calon yang bukan berasal dari Jakarta. Kok sepertinya mereka itu terlihat tahu betul yah dengan permasalahan yang sedang melanda ibukota tercinta.

Sebenarnya, siapapun berhak mengetahui situasi yang tengah di hadapi oleh kota Jakarta. Yaiyalah, apalagi di saat gelombang informasi sudah sebegitu mudah dan cepatnya sampai kepada masyarakat. Lalu apa masalahnya? Masalahnya ya mereka itu, bakal calon gubernur yang bukan berasal dari kota Jakarta (secara domisili), yang katenye ngaku paham betul sama Jakarta dan siap membenahi Ibukota, ternyata juga mempunyai 'cacat' bawaan kampung halaman mereka? What?

At least, informasi itu yang belakangan saya temui di berbagai media nasional. Bagi para penggemar fanatik bakal calon gubernur, apalagi yang berasal dari salah satu kota di Jawa, yang katanya penuh dengan segudang prestasi, tentunya akan jelas-jelas membantah informasi miring seputar bakal calon gubernurnya tersebut. Pembusukan politik lah. Pembunuhan karakter lah. Yang ujung-ujungnya disimpulkan sebagai upaya untuk menjegal bakal calon idolanya tersebut melenggang menduduki kursi DKI 1.

Well, pendapat tersebut sih sah-sah saja. Cuma yang tidak saya habis pikir, kok bisa yah seorang sosok manusia biasa, begitu diagung-agungkan layaknya seorang dewa yang tanpa cela? Bah! Ini yang paling tidak saya suka. Bukankah sudah kodratnya manusia yang sejak lahir saja sudah memiliki dosa? Bahkan, di dalam ajaran agama saya sekalipun (Islam), Rasulullah saja dikabarkan pernah berbuat khilaf yang berakibat pada kejadian yang kurang menyenangkan dalam sejarah perjuangan Islam. (Silahkan koreksi saya jika memang salah)

Di awal saya memang menyinggung beberapa bakal calon gubernur yang bukan berasal dari kota Jakarta, tapi kenapa ujungnya malah seperti membicarakan satu calon saja? Terlihat seperti upaya pembusukan karakter yah? Hehehe. Maafkan, tapi karena memang calon tersebut, yah sebut sajalah namanya yah, bapak Jokowi tersebut memang terlihat seperti dewa belakangan ini. Tanpa cela! Apakah memang kebijakan yang kurang berjalan dengan baik di kota asalnya begitu halus dan rapat ditutupi? Ataukah memang informasi miring tersebut sengaja dihembuskan oleh lawan politiknya?

I dont know. Mari kita sama-sama nilai saja.

Apakah pemadaman listrik selama beberapa jam di kota Solo beberapa waktu terakhir, yang disebabkan membengkaknya tunggakan yang konon katanya sebesar Rp 8,9 miliar itu sebagai upaya pencitraan negatif sosok bapak Jokowi yang terhormat? Atau apakah meningkatnya angka kemiskinan sebesar 4% (menurut sekretaris Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah kota Solo), juga merupakan akal-akalan segelintir orang untuk menjatuhkan citra postif yang bersangkutan?

Sebagai bagian dari kaum marjinal Jakarta yang tidak pernah suka mengkultuskan seseorang secara membabi buta, saya rasa ada baiknya mari kita sama-sama melhat kembali calon yang sedang kita usung untuk menjadi 'imam' kita bersama, warga DKI Jakarta tercinta. Jangan sampai terjebak oleh fallacy of dramatic instance, alias kesalahan berpikir akibat kecenderungan menganalisa masalah sosial dengan menggunakan pendekatan yang umum (over generalisasi). Sekali lagi saya meminta maaf, bukan maksud saya untuk menggurui pembaca yang tentunya memiliki pengetahuan serta kemampuan berpikir yang jauh lebih hebat dari saya.

Mari kita sama-sama membenahi Jakarta kita tercinta dengan langkah-langkah berikut; Pertama, gunakan hak pilih kita untuk memilih calon pemimpin, sebagai bagian dari masyarakat yang sadar akan eksistensinya sebagai warga negara yang baik. Kedua, BIJAKLAH dalam memilih! Nah ini yang paling penting. Tidak ada seorang manusia pun yang sempurna seratus persen. Bukankah kita sejak sedari kecil sudah diajarkan untuk memaknai kata 'maaf' sebagai bentuk pengakuan ketidaksempurnaan kita sebagai manusia?

Salam Jakarta!

Salam Kelas Menengah Yang Tengah Mencoba Menerobos Kemacetan! Jakart! :angel1:

guejakarta 27 Apr, 2012

Post a Comment Blogger

 
Top